Perkembangan Islam di Indonesia dibagi menjadi tiga periode: zaman mitos, zaman ideologi, periode idea tau ilmu. Periodisasi ini dibuat berdasarkan sosiologi pengetahuan, yakni dengan melihat bentuk-bentuk kesadaran umat dalam suatu masa, pada zaman mitos, umat memiliki kepercayaan mistis-religius, sehingga dasar pengetahuan waktu itu menjadi mitos.
Ketika agama mulai berkembang disuatu tempat dengan sekian banyak pemeluknya, tentu saja suatu penyimpangan dari ajaran aslinya tidak dapat di hindarkan. Ada saja hal-hal yang menyimpang daru ajaran aslinya. Di Jawa, misalnya karena pemeluk Islam sebelumnya sudah dibentuk dengan budaya hidup Hindu-Budha, maka saat memeluk Islam pun sisa-sisa ajaran yang dahulu dianutnya pun masih melekat. Bila perkembangan peradaban Islamnya lebih banyak, maka ajaran Islam pun akan lebih dominan. Tetapi bila Islamnya sedikit, tentu peradaban Islam yang berkembangnya pun di dominasi oleh peradaban dari agama sebelumnya. Hal tersebut merupakan suatu hal yang biasa terjadi, tetapi tentu saja diperlukan suatu proses panjang, agar perkembangan peradaban Islam yang masuk dan membaur dapat dipelajari secara utuh. Bila Islam pada awal ke hadirannya bersikap keras, tidak mau mentolelir budaya lain, maka proses perkembangan Islam ke Indonesia akan sulit membaur di daerah-daerah baru. Tetapi apabila proses penjernihan budaya masa lampau sebelum Islam masih ada, maka Islam lambat laun akan terseret kepada budaya luarnya. Inilah yang menjadi salah satu hambatan yang dihadapi, dimana masyarakat mengaku Islam, tetapi Islam yang dipelajarinya hanya sebagaian ajaran Islam, dan yang lebih dominan adalah paham local, dimana ajaran dahulu sebelum Islam hadir.
Ajaran Islam yang sudah membaur dengan Hindu dan serba takhayul itu, tentu harus di jerbihkan, agar Islam itu diterima secara utuh. Tradisi keilmuan di Indonesia, dikalangan ulama misalnya Islam msih terhenti pada arena normative. Islam yang pada mulanya mengenal tradisi ilmiah, seperti pada zaman Rasulullah dan zaman Khulafaur Rasyidin, diterima menjadi tradisi yang semata-semata normative. Seperti yang dikemukakan oleh Kuntowjoyo, 1994: 32) menyatakan bahwa ada berbagai penyebab Islam yang pada mulanya mengenal tradisi Islamiyah, seperti pada zaman Rasulullah dan zaman Khulafaur Rasyidin diterima menjadi tradisi yang semata-mata normative. Diantaranya: pertama, jarak Indonesia dengan pusat Islam terlalu jauh; kedua, Islam yang sampai ke Indonesia adlaah Islam kosmopolitan. Dimana hubungan antar pemeluk Islam sedunia begitu dekat. Ia lalu menjadi Islam parochial yang local; ketiga, Islam di Indonesia menjadi Islam pedesaan dan menjadi Islam petani.
Hal tersebut diatas berbeda dengan Timur Tengah yang memiliki kaum pedagang yang mobil, setidak-tidaknya, hingga sebelum abad XV, mobilitas para pedagang itu tingi. Tapi ketika sampai di Indonesia, ia menjadi Islam petani yang mobilitasnya menurun. Ia pun dipengaruhi oleh budaya agraris yang relative statis dan percaya mistik.
Posting Komentar