Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Tuntutan tersebut tidak mungkin tercapai bila pembelajaran hanya berbentuk hafalan, latihan pengerjaan soal yang rutin, serta proses pembelajaran yang “teacher centered” yang tidak menuntut siswa untuk mengoptimalkan daya fikirnya. Menurut Gagne (1970), keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah.
Menurut Polya (1957), ada empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masa-lah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua lang-kah yang telah dikerjakan. Pada pelaksanaan keempat langkah tersebut, tugas utama guru adalah membantu dan memfasilitasi siswa untuk dapat mengoptimalkan kemampuannya mencapai terselesaikannya masalah yang dihadapi secara logis, terstruktur, cermat, dan tepat.
Pada pelajaran matematika untuk memudahkan dalam pemilihan soal perlu dilakukan pembedaan antara soal rutin dan soal tidak rutin. Soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang pernah dipelajari. Sedangkan dalam masalah tidak rutin un-tuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan analisis dan proses pemikir-an yang lebih mendalam.
Berdasarkan hasil penelitian, program pemecahan masalah harus dikem-bangkan untuk situasi yang lebih bersifat riil atau alamiah, dengan tema permasalahan yang diambil dari kejadian sehari-hari yang dekat dengan kehidu-pan siswa. Dengan cara ini diharapkan siswa lebih tertarik pada pelajaran. Selain itu, proses pemecahan masalah sebaiknya dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga memberi peluang untuk berdiskusi dan saling ber-tukar pendapat yang dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
Posting Komentar